Sabtu, 15 September 2012

ZAMAN EDAN SUDAH MELANDA



HINDARI PACARAN KARENA MENGAKIBATKAN HAL-HAL YANG BURUK

ini yang sering jadi perdebatan, bahkan diantara aktivis muslim.

tapi saya yakin. semua setuju (aktivis muslim-red) bahwa hukum pacaran adalah haram.
cuma memang ada banyak modivikasi untuk melegalisasi hal tsb.
exp. taa'ruf adalah awal dari sebuah proses pernikahan. tapi banyak yang menyelewengkan hingga bertahun2. padahal ta'aruf hanya membutuhkan 1 minggu hingga 1 bulan atau 2 bulan lah.
proses berikutnya adalah khittbah. ni merupakan tahap berikutnya setelah di nilai cocok dengan wanita/pria yang mau menikah.
nii jg di selewengkkan, dengan hanya "lamar" sepihak. artinya mereka ya cuma berjanji untuk komitmen sampai waktunya tiba. baru ngadep orang tua.
padahal komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu.
dalam islam tentu ini tidak benar. Rosul - sahabat serta tabiin dan tabi'ut tabi'in tidak pernah melakukan kebid'ahan seperti ini.

dan yang buat geleng kepala, sudah tahu hukumnya malah di lakukan, padahal dia tidak punya udzur untuk melakukan hal tsb.
 
Ketika ada s.org beqtanya:
Apa dalil ta'aruf dan apa dalil larangan pacaran?
Berikan jwbnny...
ketika saya berikan jawabannya apakah akan "sami'na wa atho'na" ?
Ibnul Qayyim menjelaskan,
”Kalau orang yang sedang dilanda asmara itu disuruh memilih antara kesukaan pujaannya itu dengan kesukaan Allah, pasti ia akan memilih yang pertama. Ia pun lebih merindukan perjumpaan dengan kekasihnya itu ketimbang pertemuan dengan Allah Yang Maha Kuasa. Lebih dari itu, angan-angannya untuk selalu dekat dengan sang kekasih, lebih dari keinginannya untuk dekat dengan Allah”.
“Katakanlah kepada laki – laki yang beriman :”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS. An Nuur [24] : 30 )
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24] : 31)
Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas mengatakan, ”Ayat ini merupakan perintah Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang beriman untuk menundukkan pandangan mereka dari hal-hal yang haram. Janganlah mereka melihat kecuali pada apa ya
ng dihalalkan bagi mereka untuk dilihat (yaitu pada istri dan mahromnya). Hendaklah mereka juga menundukkan pandangan dari hal-hal yang haram. Jika memang mereka tiba-tiba melihat sesuatu yang haram itu dengan tidak sengaja, maka hendaklah mereka memalingkan pandangannya dengan segera.”
Ketika menafsirkan ayat kedua di atas, Ibnu Katsir juga mengatakan,”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya. Oleh karena itu, mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat. … Sebagian ulama lainnya berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Lalu bagaimana jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Dari Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan,“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Faedah dari menundukkan pandangan, sebagaimana difirmankan Allah dalam surat An Nur ayat 30 (yang artinya) “yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” yaitu dengan menundukkan pandangan akan lebih membersihkan hati dan lebih menjaga agama orang-orang yang beriman. Inilah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir –semoga Allah merahmati beliau- ketika menafsirkan ayat ini.
“Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnul Qayyim berkata, ”Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta, malah cinta di antara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan, karena bila keduanya telah merasakan kelezatan dan cita rasa cinta, tidak bisa tidak akan timbul keinginan lain yang belum diperolehnya.”

Cinta sejati akan ditemui dalam pernikahan yang dilandasi oleh rasa cinta pada-Nya.


Kutipan: beberapa dialog