Senin, 24 Juni 2013

16 Guru Honorer Terancam Dipecat Usai Demo Kantor Wali Kota Depok

VIVAnews - Ironis, diduga akibat melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor wali kota menuntut kejelasan status, Senin 17 Juni 2013 lalu, sebanyak 16 guru honorer Kota Depok terancam dipecat. Salah satu dari belasan guru itu adalah Nur Rosida, 46 tahun, yang sudah mengabdi selama 25 tahun sebagai guru honorer di SDN Tugu 9, Cimanggis Depok.

Pengurus Front Pembela Honorer Bagian Informasi dan Data, M. Nur Rambe, mengatakan Kepala Sekolah tempat yang bersangkutan mengajar memberikan dua pilihan, yakni mengundurkan diri atau dipecat. Terkejut dengan reaksi tersebut, Nur Rosida pun meminta penjelasan kepada Dinas Pendidikan Kota Depok.

“Di sana kami bertemu Kasubag Umum Disdik Depok, Hardiman. Dia bilang perintah itu datang dari Sekda Depok, Ety Suryahati. Kata dia tunggu pemecatan resmi. Mereka yang demo kemarin dipanggil satu-satu, dan ini jelas sebuah intimidasi,” ujar Rambe, Selasa 19 Juni 2013.

Tak terima dengan sikap Pemkot Depok yang terkesan arogan itu, Rambe pun mengancam pihaknya bersama ratusan guru honorer se-Kota Depok akan kembali menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran dalam waktu dekat.

Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Somad mengaku tak tahu menahu soal adanya pemecatan terhadap 16 guru honorer yang melakukan aksi demo di depan kantor Wali Kota Depok Senin kemarin.

“Kalau memang benar ada, kami akan coba mengadvokasinya,” ujar Idris saat dihubungi.

Saat hendak mengklarifikasi masalah ini, sayangnya Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok tak dapat dihubungi. Begitupula Sekda Depok, Ety Suryahati, sebagai orang yang disebut-sebut terlibat dalam putusan pemecatan ke 16 guru honorer tersebut. 

Data yang dihimpun VIVAnews menyebutkan, di Depok ada sekitar 319 guru honorer yang nasibnya sampai saat ini belum jelas. Tak hanya statusnya yang masih terkatung, ratusan guru honorer yang rata-rata telah mengabdi puluhan tahun di sejumlah SD dan SMP di kota itu juga mendapatkan upah yang jauh dibawah UMR.

Mereka mengaku per bulan hanya mengantongi Rp400-600 ribu, itu belum termasuk pemotongan sepihak oleh pihak UPT setempat. Protes dengan sikap acuh pemerintah, perwakilan guru honorer ini pun menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor wali kota Senin kemarin. Dalam aksinya, massa sempat membakar baju seragam yang dipakai dinas sehari-hari. (eh)
Sumber: http://metro.news.viva.co.id/news/read/422126-16-guru-honorer-terancam-dipecat-usai-demo-kantor-wali-kota-depok

Senin, 10 Juni 2013

Rakyat tetap Tertindas

JAKARTA - Komisi X DPR RI dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh akhirnya satu suara soal anggaran Kurikulum 2013. Dalam rapat kerja, kedua belah pihak menyepakati anggaran kurikulum baru itu sebanyak Rp 829,4 miliar.

Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Kemdikbud, Prof. Ibnu Hamad mengatakan, ada enam fraksi menyetujui dan menyetujui dengan catatan, dan ada tiga fraksi belum menyetujui.

"Anggaran yang disepakati ini mengalami perubahan dari usulan sebelumnya pada 21 Desember 2012 lalu sebanyak Rp 1,153.240.976.000, sehingga ada sisa Rp 323.813.651.000 Pemanfaatan sisa alokasi anggaran kurikulum tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam waktu dekat," kata Ibnu.

Sebanyak sembilan fraksi memberikan pandangan terhadap Kurikulum 2013 dan anggarannya. Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, dan Fraksi Partai Gerindra menyatakan setuju implementasi Kurikulum 2013.

Adapun Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, dan Fraksi Partai Hanura setuju dengan catatan, sedangkan Fraksi Partai Amanat Nasional setuju untuk dilakukan uji coba (piloting).

Sementara Fraksi Partai Persatuan Pembangunan meminta penundaan pelaksanaan Kurikulum 2013, sedangkan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera belum menyetujui dan menyatakan meminta penundaan setelah Juli 2014.

Mendikbud menghormati dan menghargai pandangan fraksi-fraksi yang dinilai variatif. Perbedaan pandangan tersebut, kata Mendikbud, merupakan bagian dari dinamika demokrasi.“Intinya kami bersyukur meskipun dengan segala keterbatasan akhirnya bisa disetujui untuk urusan Kurikulum 2013,” katanya.

Rabu, 05 Juni 2013

Meretas Batas Kejumudan Pembaharu Islam

oleh: Abdullah Sajad

Dulu muhammadiyah dan NU selalu bersebrangan dalam segala hal, bahkan saling “berebut surga”. Sekitar tahun 1920-an, hanya karena persoalan kodok apakah halal atau haram saja, orang islam sudah “saling melemparkan ke neraka”. Dulu saudara-saudara kita dari perkumpulan persis (persatuan Islam) yang banyak berorientasi kepada madzhab hanbali, memang mengatakan bahwa katak itu halal. Tetapi itu bukan tanpa argumen. Kalau kita membaca kitab karangan A. Hasan (Bandung), maka pemahamannya mengenai makanan haram itu sederhana sekali. Dalam al-qur’an ditegaskan, katakanlah: “Tidak kudapati dalam apa yang di wahyukan kepadaku ada makanan yang terlarang untuk dimakan oleh yang ingin memakannya, kecuali daging hewan mati, darah yang mengalir, daging babi (QS 6:145)”. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa makanan selain yang di sebutkan itu adalah halal; seperti kodok, ular, tikus, dan seterusnya. Karena itu, pada tahun 1950-an Kiai Wahab Abdullah, Ra’is Aam NU, mengejek A. Hasan sebagai “Kiai Kodok”. Tetapi kemudian sindiran itu di balas tidak kalah sengitnya oleh A. Hasan, karena Kiai Wahab mengatakan kerbau itu halal, maka berarti dia itu “Kiai Kerbau” (Nurcholis Madjid).
Terkait dengan hubungan Muhammadiyah dengan dunia politik, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, menegaskan bahwa Muhammadiyah tetap akan berpolitik. Namun, Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan partai politik. Menurutnya politik dan partai politik itu berbeda. Sejak sidang Tanwir di Denpasar pada tahun 2001. Muhammadiyah bertekad, mengintensifkan politik kebangsaan, sehingga Muhammadiyah tetap terlibat dalam politik. Ketika menjadi pembicara utama dalam seminar pramuktamar tentang relasi Muhammadiyah dengan politik di gedung PW Muhammadiyah Jawatimur. Ia mengatakan, Muhammadiyah sudah memutuskan tidak ada hubungan struktural dan afiliasi dengan partai politik manapun. Ini pernyataan yang bagus untuk kenetralan Muhammadiyah.
Teakhir, berpikir soal substantif merupakan kunci untuk kesuksesan dalam muktamar monumental, regenerasi kepemimpinan sekaligus ulang tahun satu abad sebuah perantara agama. Revitalisasi ini merupakan upaya agar Muhammadiyah dapat lebih memberika warna bangsa indonesia yang modern. Bersama organisasi lain membangun indonesia yang adil dan sejahtera.
dakwatuna.com - Menyikapi rencana kebijakan pemerintah yang akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dalam waktu dekat ini sangat tidak berpihak kepada rakyat. Pemerintah masih merasa menaikkan harga BBM bersubsidi sangat mendesak, karena dianggap menjadi penyebab kenaikan beban keuangan dari impor migas, peningkatan konsumsi BBM bersubsidi masyarakat yang tidak seimbang dengan produksi minyak Indonesia yang terus menurun. Pemerintah juga menganggap kenaikan harga BBM juga diharapkan dapat mengendalikan konsumsi BBM masyarakat.
Tak hanya masyarakat menengah ke bawah kena imbasnya, mahasiswa yang setiap hari menggunakan kendaraan umum juga akan semakin terbebani karena kenaikan harga BBM tersebut dan kami meyakini ke depannya akan membuat ongkos transportasi merangkak naik.
Efek yang timbul akibat kenaikan harga BBM ini dapat dipastikan naiknya harga kebutuhan pokok dan turunnya daya beli masyarakat apalagi ini menjelang bulan puasa Ramadhan. Efek berikutnya yang akan muncul adalah naiknya biaya transportasi menjelang puasa dan Lebaran yang juga akan memicu naiknya kebutuhan-kebutuhan lain sehingga masyarakat kecil semakin sengsara.
Padahal jika kita kaji lebih dalam ternyata kenaikan harga BBM merupakan imbas dari kegagalan tim ekonomi SBY yang dikomando Menko Perekonomian terutama dalam pengelolaan pertambangan dan energi yang berhubungan dengan BBM.
“Kami menilai kenaikan harga BBM ini diakibatkan oleh beberapa hal di antaranya pertama gagalnya produksi minyak Indonesia akibat terlalu banyak campur tangan pihak asing,” ujarnya.
Kedua, akibat kurangnya pengawasan sehingga masih terdapat indikasi kebocoran dan pencurian minyak mentah di berbagai tempat sehingga produksi dianggap berkurang. Ketiga, akibat gagalnya pengelolaan minyak bumi di Indonesia yang semestinya diperuntukkan bagi warga Negara Indonesia dan dikelola oleh perusahaan lokal tapi faktanya perusahaan dalam negeri tidak mampu bersaing dengan perusahaan asing karena pemerintah tidak melakukan keberpihakan.
“Apalagi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), sebagai kompensasi kenaikan harga BBM merupakan akal-akalan pemerintah untuk mendongkrak elektabilitas partai tertentu terutama yang tergabung dalam partai koalisi,”
Karena itu, BLSM ini, merupakan bentuk suap gaya baru yang diterapkan di Indonesia. Makanya, Dewan pimpinan pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah menyerukan kepada masyarakat agar bersama-sama menolak kenaikan harga BBM dan tidak memilih partai politik manapun yang mendukung kenaikan harga BBM pada pemilu 2014 mendatang.
“Karena itu kenaikan BBM akan menjadi lahan korupsi baru bagi para penguasa,” oleh karena itu Dewan pimpinan pusat ikatan mahasiswa Muhammadiyah sekali lagi dengan tegas menolak rencana pemerintah tersebut. Jika pemerintah tetap nekat maka Dalam waktu dekat ini, IMM akan menggalang kekuatan untuk menggelar aksi serentak di seluruh Indonesia. (Fahman Habibi)


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/06/05/34533/dpp-imm-tolak-kenaikan-bbm/#ixzz2VOfRKofr 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook