Rabu, 05 Juni 2013

Meretas Batas Kejumudan Pembaharu Islam

oleh: Abdullah Sajad

Dulu muhammadiyah dan NU selalu bersebrangan dalam segala hal, bahkan saling “berebut surga”. Sekitar tahun 1920-an, hanya karena persoalan kodok apakah halal atau haram saja, orang islam sudah “saling melemparkan ke neraka”. Dulu saudara-saudara kita dari perkumpulan persis (persatuan Islam) yang banyak berorientasi kepada madzhab hanbali, memang mengatakan bahwa katak itu halal. Tetapi itu bukan tanpa argumen. Kalau kita membaca kitab karangan A. Hasan (Bandung), maka pemahamannya mengenai makanan haram itu sederhana sekali. Dalam al-qur’an ditegaskan, katakanlah: “Tidak kudapati dalam apa yang di wahyukan kepadaku ada makanan yang terlarang untuk dimakan oleh yang ingin memakannya, kecuali daging hewan mati, darah yang mengalir, daging babi (QS 6:145)”. Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa makanan selain yang di sebutkan itu adalah halal; seperti kodok, ular, tikus, dan seterusnya. Karena itu, pada tahun 1950-an Kiai Wahab Abdullah, Ra’is Aam NU, mengejek A. Hasan sebagai “Kiai Kodok”. Tetapi kemudian sindiran itu di balas tidak kalah sengitnya oleh A. Hasan, karena Kiai Wahab mengatakan kerbau itu halal, maka berarti dia itu “Kiai Kerbau” (Nurcholis Madjid).
Terkait dengan hubungan Muhammadiyah dengan dunia politik, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin, menegaskan bahwa Muhammadiyah tetap akan berpolitik. Namun, Muhammadiyah tidak ada hubungannya dengan partai politik. Menurutnya politik dan partai politik itu berbeda. Sejak sidang Tanwir di Denpasar pada tahun 2001. Muhammadiyah bertekad, mengintensifkan politik kebangsaan, sehingga Muhammadiyah tetap terlibat dalam politik. Ketika menjadi pembicara utama dalam seminar pramuktamar tentang relasi Muhammadiyah dengan politik di gedung PW Muhammadiyah Jawatimur. Ia mengatakan, Muhammadiyah sudah memutuskan tidak ada hubungan struktural dan afiliasi dengan partai politik manapun. Ini pernyataan yang bagus untuk kenetralan Muhammadiyah.
Teakhir, berpikir soal substantif merupakan kunci untuk kesuksesan dalam muktamar monumental, regenerasi kepemimpinan sekaligus ulang tahun satu abad sebuah perantara agama. Revitalisasi ini merupakan upaya agar Muhammadiyah dapat lebih memberika warna bangsa indonesia yang modern. Bersama organisasi lain membangun indonesia yang adil dan sejahtera.

Tidak ada komentar: